Di dunia manajemen proyek, “efisiensi” sering jadi mantra sakral. Semua orang ingin cepat, lean-resourced, dan produktif. Tapi ada garis tipis antara efisiensi dan nekat. Dan garis itu biasanya terlihat jelas setelah semuanya berantakan.
Ketika project planning disusun dengan resource yang terlalu mepet; Di atas kertas, semuanya kelihatan ideal—timeline ketat tapi “masih masuk”, headcount pas-pasan tapi “bisa lah kalau kompak”.
Lalu realita datang: satu orang sakit. Satu stakeholder terlambat kasih approval. Dan tiba-tiba, seluruh progress berhenti total.
Proyek yang tadinya kelihatan seperti mesin presisi, mendadak macet gara-gara satu baut longgar.
Masalahnya bukan di siapa yang sakit atau siapa yang telat, tapi di mindset saat planning. Kita sering lupa bahwa di dunia nyata, variabel manusia itu unpredictable. Ada faktor kesehatan, burnout, dependency antar tim, atau sekadar Murphy’s Law klasik: “Anything that can go wrong, will go wrong.”
Tapi kenyataannya, resource buffer bukanlah pemborosan — itu asuransi terhadap chaos.
Gue suka pakai analogi sederhana: project planning tanpa buffer itu kayak naik motor tanpa helm.
Memang, 90% waktu lo bakal baik-baik aja tanpa helm. Lo bisa ngerasain angin, lebih ringan, bahkan terlihat “efisien”. Tapi ketika kecelakaan kecil terjadi—batu kecil, jalan licin, atau pengendara lain yang ngawur—yang nyelamatin hidup lo bukan kecepatan, tapi helm yang standby itu.
Buffer juga begitu. Mungkin kelihatannya “nggak kepake”, tapi begitu hal-hal tak terduga muncul, di situlah nyawa proyek diselamatkan.
Di perusahaan yang dikejar efisiensi berlebihan, sering muncul fantasi optimisme:
Semua orang sehat, semua dependency on time, semua approval instan.
Padahal, real world selalu punya gesekan. Dan justru di situlah manajer proyek sejati diuji—bukan dengan menekan tim sampai meledak, tapi dengan merancang sistem yang tetap bisa jalan meskipun satu-dua roda copot.
Kalau lo mau ngebut, pastikan tim punya helm yang layak.
Kalau lo mau hemat, hematlah di tempat yang benar—bukan di margin of error yang bikin semuanya rentan.
Efisiensi sejati bukan tentang meniadakan ruang, tapi tentang memanfaatkan ruang dengan bijak. Karena dalam jangka panjang, proyek yang punya buffer justru lebih cepat selesai, karena nggak perlu berhenti setiap kali tabrakan kecil terjadi.
Jangan terjebak dalam mitos efisiensi semu. Rencanakan ruang bernapas. Buat buffer bukan karena lo pesimis, tapi karena lo cukup realistis untuk tahu — masa depan nggak pernah sepenuhnya bisa ditebak.
Karena pada akhirnya, yang bikin lo selamat di jalan proyek bukan seberapa cepat lo ngebut, tapi seberapa siap lo ketika jalanan berubah arah.
No comments:
Post a Comment