Dalam mengelola tim Agile, kita sering dihadapkan pada dilema saat memfasilitasi sprint retrospective. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara kebebasan anggota untuk berbicara dengan tetap menjaga etika dan keharmonisan dalam diskusi.
Kebebasan berbicara itu penting agar setiap orang merasa nyaman mengungkapkan pendapatnya. Namun, jika terlalu leluasa, bisa saja diskusi jadi kurang produktif dan bahkan berakhir dengan chaos. Sebaliknya, jika terlalu membatasi, anggota bisa merasa tidak aman untuk berbicara, dan itu bisa menurunkan kualitas feedback yang diterima.
Berikut beberapa cara yang mungkin bisa membantu mengatasi dilema ini:
1. Tetapkan Aturan Main di Awal
Sebelum retro dimulai, pastikan ada kesepakatan bersama tentang bagaimana cara berkomunikasi yang baik. Contohnya:
-
Fokus pada proses, bukan individu – Hindari saling menyalahkan, fokus pada solusi.
-
Respect – Setiap pendapat dihargai, meski berbeda.
-
Feedback konstruktif – Usahakan setiap kritik disertai solusi.
Tim bisa sama-sama menyusun aturan main ini agar merasa punya peran dalam menciptakan lingkungan yang aman.
2. Gunakan Teknik Facilitator yang Efektif
Sebagai fasilitator, kita bisa memanfaatkan teknik-teknik yang bisa menjaga keteraturan, seperti:
-
Start-Stop-Continue – Membantu fokus pada hal-hal yang perlu dilanjutkan, dihentikan, atau diperbaiki.
-
"I" Statements – Dorong anggota untuk berbicara dengan kalimat seperti “Saya merasa…” agar feedback lebih konstruktif.
-
Silent Brainstorming – Memungkinkan anggota memberikan pendapat secara anonim terlebih dahulu, yang kemudian dibahas bersama.
3. Hybrid: Privasi vs Transparansi
Mungkin bisa diterapkan model hybrid:
-
Di bagian awal retro, biarkan peserta berbicara anonim menggunakan tools seperti Miro atau MURAL.
-
Setelah itu, di sesi diskusi lebih mendalam, buka kesempatan bagi mereka untuk berbicara langsung dengan nama.
Dengan cara ini, anggota merasa lebih aman di awal, namun tetap ada transparansi saat diskusi sudah semakin terbuka.
4. Fokus pada Solusi
Setelah mendengarkan feedback, penting untuk berfokus pada solusi. Retrospective bukan hanya untuk mengidentifikasi masalah, tapi juga untuk merumuskan actionable steps yang bisa meningkatkan kinerja tim ke depannya.
5. Konsistensi dalam Penerapan
Penting untuk konsisten dalam menegakkan aturan yang telah disepakati. Dengan begitu, tim akan merasa lebih nyaman dan menghargai proses retro sebagai momen untuk berkembang bersama.
6. Follow-Up dan Refleksi
Setelah retro selesai, lakukan follow-up dengan anggota untuk mendapatkan feedback lebih lanjut. Apakah ada yang merasa tidak nyaman? Atau mungkin ada yang merasa terlalu banyak aturan? Dengan begitu, kita bisa terus memperbaiki proses retro agar semakin efektif.
Retrospective memang bukan hal yang mudah, tapi dengan pendekatan yang tepat, kita bisa menciptakan lingkungan yang aman dan produktif bagi semua anggota tim. Setiap retro adalah kesempatan untuk tumbuh dan beradaptasi, jadi jangan ragu untuk terus mencari cara agar sesi tersebut semakin bernilai bagi semua.
No comments:
Post a Comment