Thursday, December 31, 2015

Kerukunan Umat Beragama

- Agama saya paling sempurna
- Agama saya paling benar
- Hanya agama saya yang dijamin masuk surga
- Orang boleh saja baik, tapi kalau tidak menganut agama saya, 100% masuk neraka

Pernah dengar statement diatas? Pernah dengar ceramah agama serupa dengan statement diatas? Atau pernah berpikir demikian?

Selama masih ada orang yang berpikir begitu, terus terang, kerukunan umat beragama tidak akan pernah terjadi! Kerukunan umat beragama hanya akan jadi teori saja di buku PPKN (atau PMP, atau entah apa nama pelajarannya sekarang...), karena setiap orang lebih sibuk cari "surga" versi masing2 dan sibuk tarik2 orang masuk "surga" nya daripada menjadikan dunia ini damai.

Menurut gw, seharusnya paham diatas digantikan dengan 1 satement saja : "Semua agama mengajarkan kebaikan, caranya berbeda, tinggal pilih cocok yang mana..."

"Ooh... Kata2 loe barusan nggak ada tuh di kitab suci gw..."

Ngasih atau terima sesuatu pakai tangan kiri dianggap ga sopan, tapi nggak ada tuh di kitab suci... Tapi orang2 toh ikutin kan? Makan duren sama kambing tiap hari nggak dilarang tuh di kitab suci... Tapi coba aja loe lakukan... Paling2 cepet stroke.... Nasihat baik tidak selalu bersumber dari kitab suci... Tapi tidak berarti tidak boleh diikuti... Pendapat gw yah...

Tidak bisa dipungkiri bahwa dalam setiap kitab suci ada ayat2 "keras" yang memperbolehkan seseorang membela agamanya. Tapi sayangnya membela kemudian diterjemahkan sebagai "menyerang agama lain sampai semua umatnya habis atau tunduk"... Harusnya ayat2 begini nggak perlu lah digembar-gemborkan... Cukup diberitahu sekilas saja... Kemudian kalo aksi "penaklukannya" gagal lantas "playing victim", gembar-gembor dimana-mana merasa didiskriminasi, ditekan, dsb... Gw rasa ("gw rasa" = Pendapat gw yah... Nggak usah sewot kalo salah...) kata "cinta" dan "belas kasih" itu lebih dominan di banyak kitab suci daripada ayat2 tentang "perang membela agama"...

Lagi, kalau Maharma Gandhi saja bisa "berperang" dengan bersenjatakan "ahimsa" (non-violence / tanpa kekerasan), membela kaum Hindu dan Islam, kemudian memperoleh banyak simpatisan, bukankah lebih baik mengikuti jalan Beliau?

"Oh, beliau itu bukan penganut NN, di agama saya, agama NN, diajarkan semua diluar agama NN akan masuk neraka... Dia nggak cocok dijadikan panutan saya..."

Duh2... Kalo ada yang masih mikir demikian sih... Bener2 bebal deh yah...

Gw tidak tahu beliau masuk surga atau neraka... Yang gw tahu beliau mewariskan semangat cinta kasih yang tidak ternilai... Bukan hanya mewariskan... Bahkan beliau "menghidupkan" semangat itu bersama dengan setiap nafasnya, dengan setiap tindakannya... Yang gw tahu, beliau telah berusaha membuat dunia ini lebih baik... Dan yang gw tahu beliau masih sempat mengkhawatirkan pembunuhnya di saat2 terakhir (takut diamuk massa), dan sempat memberkati pembunuhnya dengan nafas terakhirnya... Urusan beliau masuk surga atau neraka? Emang gw hakim akhirat?

Anyway disini gw cm berusaha menyuarakan pemikiran gw yah, tanpa berusaha menyindir pihak manapun... Bahwa lebih baik mewujudkan ajaran cinta kasih di dunia, daripada menumbuhkan kebencian kepada agama lain... Kita semua pada dasarnya sama2 manusia kan?

Dulu ada penyanyi yang ngomong kurang lebih, "Kalo nggak merasa ya sudah... Jangan marah2... Kalo saya nyanyi 'lelaki buaya darat, buset, aku tertipu lagi', kalo ada lelaki yang marah kan artinya dia......"

Entah kalau suatu saat nanti, ada yang komen, "Kalo kaum agama gw dijahatin di negara XX, masa gw ga emosi... Ajaran agama OO nggak masuk akal... Masa konsep nya gitu... Pokoknya gw bener, yang lain salah semua... Loe pasti mao nyindir2 agama GG lewat tulisan loe..."

Terserah lah... Haha... Gw cm bisa ketawa menganggap itu lawakan murahan...

Tuesday, December 29, 2015

Do You Believe in God?

Entah kenapa beberapa orang suka bertanya-tanya soal pandangan pribadi gw seperti judul posting ini...

Jawaban gw? Tergantung pada siapa yang bertanya...

Kepada mereka yang sangat religius dan memaksakan pandangan mereka akan arti Divine Being yang mereka mengerti kepada gw, gw akan menjawab, "Kalau begitu, buktikan di depan mata gw sekarang juga bahwa Divine Being seperti yang ada di dalam pandangan loe itu ada. Bukti itu harus dapat dilihat dan dirasakan secara objektif dan sama oleh banyak orang... Bukan cuma 'tutup matamu dan rasakan Divine Being di hatimu'..."

Kepada mereka yang atheis dan mati-matian memaksa gw untuk percaya bahwa Divine Being itu tidak ada, gw akan menjawab, "Belum pernah melihat tidak berarti sesuatu itu tidak ada... Berapa lama sains terhambat gara2 orang yang punya prinsip 'tidak melihat berarti tidak ada'... Bedakan antara tidak tahu dengan keyakinan bahwa sesuatu itu tidak ada..."

Kepada mereka yang murni penasaran, namun niat hati mereka tulus, tidak ingin memaksakan pandangan mereka ke gw, gw akan menjawab, "Walk with me... Mungkin suatu hari nanti loe akan mengerti akan pandangan gw..."

Apakah gw atheis? Gw nggak pernah bilang Divine Being itu nggak ada...
Apakah gw religius? Gw sendiri nggak tahu...

Nggak ada yang salah dengan agama dan kepercayaan... Tapi akan menjadi suatu kesalahan untuk memaksa orang percaya apa yang kita percaya, tapi kita sendiri nggak bisa membuktikan bahwa yang kita percaya itu pasti benar... Terlebih kalau kelakuan kita sendiri nggak benar...

Apakah gw sekular? Definisi sekular yang bener aja gw nggak tahu... Kalau mau dianggap begitu yah terserah deh...

4 Cara Menjawab Pertanyaan

1. Dengan menjawab "iya" atau "tidak
2. Dengan menjelaskan atau menjabarkan
3. Dengan kembali bertanya
4. Dengan diam

Monday, December 28, 2015

Mukjizat dan Dobel Standard

Case 1 : Mukjizat kesembuhan

"Wah, setelah berdoa / didoakan secara agama A, saya sembuh dari penyakit yang secara medis tidak bisa disembuhkan..."

Penganut agama A : Syukurlah...

Penganut agama Z : Pasti dia sembuh karena kuasa setan... Nanti keturunannya yang keberapa bakal jadi tumbal...

Kebanyakan penganut agama Z nggak akan komentar begitu sih kalo mukjizat itu terjadi di agama mereka...

Case 2 : Simbol agama yang ajaib

"Awan di langit tiba2 secara ajaib membentuk simbol agama Z!"

Penganut agama Z : Itu bukti kebesaran agama kita!

Penganut agama A : Alah... Paling kebetulan doang...

Kebanyakan penganut agama A nggak akan komentar begitu sih kalo di langit munculnya simbol agama mereka...

Case 3 : Mimpi

"Semalem gw mimpi ketemu nabi QWERTY loh... Nabi dari agama A..."

Penganut agama A : Sungguh kamu terberkahi...

Penganut agama Z : Mimpi doang... Bunga tidur...

Kebanyakan penganut agama Z nggak akan komentar begitu sih kalo orang mimpi ketemu nabi agama mereka...

Tentang "Convert"

Entah sejak kapan, di wall facebook gw ada 1 orang yg senang sekali mem-posting cerita2 orang "convert" (pindah agama), dari agama lamanya ke agama orang ini...

Well, to be honest, gw sendiri seorang "convert"... Tapi gw juga nggak suka cerita2 di tempat public soal pengalaman religius gw...

Tanpa perlu ada yang tanya, apa agama lama gw, apa agama gw sekarang, atau apa agama teman FB gw, gw cm pengen mengutarakan apa yang ada di pikiran gw aja... Some people might like it, some might not...

Berikut ini merupakan dampak negatif yang bisa ditimbulkan jika kita terlalu banyak mengumbar cerita2 pindah agama ke publik :

1. Penganut agama yang ditinggalkan oleh si convert tidak akan suka melihat tulisan si convert

Beberapa orang mungkin lebih memilih cuek atas cerita2 seperti ini, tapi beberapa akan menjadi antipati ke agama baru si convert. Bakal banyak yang bilang ini "zzz-isasi" (zzz itu misalnya nama agama...), beberapa akan berpikir orang itu sengaja ditarik-tarik ke agama baru, beberapa akan menjadi offensif ke agama baru si convert, bahkan tidak segan menggunakan kekerasan.

"Oh, saya tidak takut diserang! Saya rela mati demi agama baru saya!"

Silahkan saja jika ada yg punya pikiran begitu... Tapi menurut gw, akan jauh lebih menginspirasi, jika seseorang menyebarkan agamanya dengan tindak-tanduk sehari-harinya... Coba pikir baik2, misalnya ada mantan napi yang convert, tiba2 dia bisa bertingkah baik di masyarakat, usahanya yg halal semakin maju dan dia semakin banyak bikin kegiatan charity. Tanpa embel2 agama, semua orang akan senang sama dia... Beberapa orang mungkin jadi tertarik mempelajari agama baru si napi... Bahkan jika dari orang2 yang belajar ini kemudian tetap berpegang pada agama lamanya (yang berbeda dari si napi), paling tidak dia bisa mengenal agama si napi, bahwa itu agama yang baik, dan bisa menginspirasi banyak orang untuk menjadi semakin baik di masyarakat...

Jika orang sudah terlanjur antipati sama sesuatu, boro2 mau kenal... Dengar nama saja sudah mual... Bahkan jika ada ajaran yang baik di bawah agama baru si convert, pasti orang yang sudah antipati akan cari2 kesalahan... Contoh aja deh, kita sudah benci sama temen kita, terus kita liat dia misahin orang yang berantem, saking antipati nya, bisa aja komentar kita jadi, "Dasar sok jagoan, sok suci..."

2. Penganut agama yg baru dimasuki si convert akan menggembung ego keagamannya, bisa jadi tanpa disertai peningkatan kualitas spiritual

"Tuh kan, gw bilang apa... Orang2 pada masuk agama gw... Agama gw paling bener... Jaminan masuk surga... Semua penganut agama lain bakal masuk neraka... Pokoknya agama gw paling sempurna deh..."

Ironisnya, orang yang punya pikiran begitu ternyata tidak bisa menjalankan bahkan 10% dari perintah agamanya... Kemudian semakin mengkotak-kotakkan orang berdasarkan agamanya dan menjauhi orang yang beragama lain... Ini yg gw maksud "ego keagamaan"... Katanya agama mengajarkan cinta kasih... Apakah tindakan mengkotak-kotakkan orang = bentuk cinta kasih?

Lagipula, ada yang bisa membuktikan penganut agama tertentu bakal masuk surga? Ada yang bisa membuktikan secara objektif bahwa surga itu ada? Tidak ada yang salah dengan iman / keyakinan... Yang salah adalah kalau kita sudah memaksakan keyakinan kita ke orang lain... Apalagi dengan ancaman2 neraka... (yang mana juga nggak bisa dibuktikan)

3. Standard yang dipakai untuk menilai si convert ini akan meningkat

Pertama, camkan baik2, kita akan dihakimi berdasarkan cara kita menghakimi. Kalau kita mati2an menyiarkan perintah2 agama yang bahkan kita sendiri tidak bisa menjalankannya, apa kata orang? No 1, munafik... Lagipula kita juga nggak bisa kok menjaga pikiran kita 24 jam sehari... Kalo bisa kita sudah jadi orang suci kali yah... Berapa banyak pikira yang terlintas saat kita melamun? Berapa banyak yang positif? Berapa banyak pikiran yang kotor? Berapa banyak dari pikira yang kotor itu menjadi kata2 dan tindakan? Dan seberapa kuat kita bisa menyadari pikiran itu sebelum dia berbuah jadi tindakan?

Daripada sibuk narik2 orang dan cari umat, ada baiknya benahi dulu pikiran kita...

Kedua, orang yang convert memilih agamanya sendiri, umumnya tanpa paksaan. Kalau kita tidak menjalankan agama yang diwarisi orang tua dengan baik, kita bisa beralasan, "wong saya tidak minta dilahirkan sebagai penganut agama ini kok..." Standard seorang convert akan lebih tinggi, karena, sekali lagi, dia sendiri yang memilih agamanya, apalagi kalo hal ini sampai tersiar ke publik...

***

Nggak berarti kita nggak boleh sih cerita2 pengalaman seperti ini kepada siapapun... Tapi ada baiknya hanya untuk kalangan terbatas saja, atau hanya kepada mereka yang kita tahu dan kita yakin bisa memetik sesuatu yang positif dari cerita2 semacam ini... Otherwise... Nggak usah lah teriak2 ke publik soal conversion...

Saturday, December 26, 2015

Unsettling Feeling

Should we settle an unsettling questions, even if we know the process might hurt us and those involved, or should we just drown our self into endless activities to forget those feelings?

Story 1 : The doctor who is reluctant to tell patient the truth

I got this bump on my arm. Just went to the doctor for checking up, what this bump really is.

Me : So, what is this bump really is?
Doctor : Nothing... nothing... only a bump...
Me : You have to tell me what is this bump, so I will know what kind of medication available out there to cure this bump...
Doctor : Not all of things works that way...

Confused, I just walk away... Is this a tumor? cancer? or maybe just a big boil? Should I gone through surgery? chemo? or just let it cured by itself? This is an unsettling feeling...

Story 2 : Flower

I really love flower viewing, but a friend told me, some of those flower is poisonous. He just didn't want to tell me where is the one... I guess he just only afraid that I'll pick it and throw it in the fire if I know which one is poisonous... Like hell I would do that! Firstly, it'll damage the garden's beauty overall, second, I just could walk away or keep a distance from that flower.

I become really cautious there... I keep telling myself that I must wear a mask wherever I walk there. Actually I want to open my mask, but this awry feeling keep haunting me...

Some news stated that those flower might bloom this year. Should I go? Should I go to confirm whether it is really poisonous or not? Should I go because I just know that that garden won't exists forever, and we wouldn't know if that garden will ever bloom again? Or should I just forget about that garden? This is another unsettling feeling...

Tuesday, December 22, 2015

Dua Sisi

Mengajarkan hak juga harus mengajarkan kewajiban.
Mengajarkan harus saling menolong juga harus mengajarkan pentingnya kemandirian.
Mengajarkan bakti anak juga harus mengajarkan kewajiban orang tua.
Mengajarkan harus menghormati yang lebih tua juga harus mengajarkan perilaku pantas bagi yang lebih tua ke yang muda.

Hak didapat setelah kejawiban dijalankan,
Pertolongan hanya diminta ketika terdesak.
Pertolongan hanya diberi ketika yang diminta mampu.
Bakti datang karena kewajiban dijalankan, keduanya harus jalan bersamaan.
Penghormatan datang dari jasa, perilaku, dan kebijaksanaan,
bukan karena umur atau jabatan.

Monday, December 21, 2015

Nawar Barang

Pembicaraan antara gw dengan "M". (P : Penulis)

P : Gw sih nggak suka nawar sampe ber jam-jam yah untuk 1 barang di satu daerah... Kecuali emang gw butuh banget, dan nggak ada tempat lain yang jual deket2 situ...

M : Yah kasihan lah pedagangnya juga kalo loe nawar kelewatan... Kalo emang ga cocok langsung jalan aja... Cari tempat lain yg jual barang yang sama... Mana tau di tempat lain lebih cocok...

P : Dan kalo emang harga yang paling bagus di tempat sebelumnya kan bisa balik lagi...

M : Betul...

P : Tapi ada pendapat juga... Kalo pedagang nggak untung, dia nggak akan lepas barangnya...

M : Emang loe mau kerja gaji pas-pasan?

Wednesday, December 16, 2015

Bukti Otentik?

Ini cerita yang sangat mungkin terjadi kepada siapapun, dimanapun, dan kapanpun...

Cerita 1 :

3 orang bernama X, Y, dan Z bergabung membentuk badan kerjasama. X dan Y ribut. Yang paling diuntungkan dari ributnya X dan Y adalah Z. Terus Y dan/atau kerabat / teman-teman nya si Y berkoar-koar dibelakang, katanya X berantem sama dia gara-gara dihasut Z. Buktinya apa? Yah buktinya kalo X sama Y berantem kan Z yang paling untung... Ga ada bukti lain lagi...

Cerita 2 :

1 keluarga ada bapak, ibu, dan anak. Si bapak punya banyak hutang dan cicilan. Tiba-tiba si ibu meninggal dan asuransi jiwa nya bisa di claim. Terus orang-orang berkoar-koar di belakang, katanya si ibu dibunuh bapak. Buktinya apa? Buktinya yah dengan meninggalnya si ibu, semua hutang dan cicilan kan bisa dilunasin pake asuransi jiwa nya si ibu... Ga ada bukti lain lagi...

Komentar :

"Bukti" yg disebut pada cerita di atas menurut gw sih absurd... Nggak menutup kemungkinan perkiraan "orang-orang" dalam kedua cerita diatas itu benar, tapi kita nggak bisa ngomong di pengadilan kan, "Buktinya kalo saya celaka kan dia yang paling untung!" Bisa-bisa dibalikin dengan tuduhan "fitnah tidak berdasar" dan "tindakan tidak menyenangkan".

"Loh! Gimana fitnah tidak berdasar!? Kalo emang gw celaka terus dia untung, emang itu kurang bukti apa lagi!?"

Yah monggo... Silahkan aja bawa ke pengadilan, dan gw mau nonton sih, coba loe ngomong gitu ke hakim, terus hakim bakal bilang apa...

Pertama, loe ngga denger dan liat sendiri kan pada saat kejadian penghasutan itu terjadi... Kedua, loe nggak punya evidence berupa rekaman yang bisa dilihat semua orang ketika kejadian penghasutan itu terjadi...

Oh man... Hukum kita ini memang hukum yang berdasarkan bukti / evidence... Emang ada celahnya... Tapi itu yang terbaik yang bisa diusahakan manusia saat ini... Sampe sekarang gw belum menemukan subtitusi atau yang lebih baik dari "law based on evidence" sih... Mungkin kalo kita udah bisa baca pikiran kayak Prof. X nya X-Men baru hukum nggak mungkin salah 100% kali yah... Tapi sampe itu terjadi, kita hanya bisa mengandalkan evidence untuk meraba kebenaran...

"Cerita loe nggak nyambung deh kayaknya, cerita 1 sama cerita 2 beda lah..."

Yah... Daripada ngeliat bedanya, coba ambil pelajarannya... Itu kan cuma analogi... Kalo dianggap beda jauh ya sudah... Ada persamaannya kan? Sama-sama ada orang yang dituduh dengan bukti berupa "kalo si anu celaka kan dia yang paling untung"... Kalo masih nggak bisa liat persamaannya juga sama sekali, coba tes IQ ulang deh...

Anyway, sudah 3 orang dekat gw berada di situasi cerita 1...

Oh... 1 cerita lagi sih... Terserah kalo masih dibilang nggak nyambung juga... Mr. X update status Facebook nya, terus Mr. Y merasa tersindir dengan status Mr. X. Abis itu Mr. Y ngomong ke semua orang, katanya Mr. X kepo, tukang urusin masalah orang, nyindir-nyindir dia lewat status FB, dsb. Buktinya apa kalo si Mr. X emang berniat kepoin Mr. Y? Buktinya status Mr. X kok bisa mirip sama kejadian yang baru dialami Mr. Y... Yah... We will never know sih... Apa Mr. X itu sebenernya hanya ngetik random aja apa yang ada di pikirannya, atau emang bener dia berniat nyindir si Mr. Y... Tapi selama Mr. Y nggak punya evidence kuat berupa rekaman atau pernyataan tertulis dari Mr. X bahwa dia emang berniat nyindir Mr. Y, in my opinion, Mr. Y tidak boleh bicara ke semua orang soal dugaan nya... Kalo emang Mr. Y butuh teman bicara, bicaralah langsung ke Mr. X atau ke orang-orang yang benar-benar dekat dengannya saja... Nggak perlu seluruh publik tahu kan...

Saturday, December 12, 2015

Silence HP Sepanjang Hari

Berikut argumen yang dilontarkan oleh mereka yang hobi men-silence HP mereka sepanjang hari (24 Jam) dan komentar penulis...

1. Kan gue cek HP gue tiap 1 jam sekali…

Andaikata terakhir HP dicek jam 1 siang, terus jam 1.01 ada telepon / SMS masuk dan nggak ketahuan? Jam 2 baru cek HP dan telepon / SMS balik? Udah hampir 1 jam loh… Iya kalo jam 2 inget buat cek HP… Kalo lupa bukannya jadi lama lagi?

2. Kan HP yg di silence bisa getar...

Ini tergantung orangnya yah… Ada yg silence total sampe ga getar, ada yang di silence tapi tetap getar. Kalo misalkan hp di dekat kita terus sih masih berasa getarnya… Kalo kita lagi jauh dari HP? Bukannya yang bisa diandalkan cuma bunyi ringtones doang?

3. Sekalipun HP gw ga di silence, kalo gw lagi kerjain sesuatu kan tetep gw ga bisa angkat atau baca... Kalo gw lagi di toilet? Kalo gw lagi diluar? Kalo gw lagi nyetir?

Mandi atau buang air itu nggak sampe 2 jam deh… Lagipula kalau memang lagi mandi, tapi kedengeran bunyi HP, biarpun nggak bisa angkat kan akan segera tahu kalau tadi ada telepon / SMS masuk, dan nanti habis mandi bisa segera cek… Kalau di silence… Kemungkinan lupa cek HP habis dari toilet itu lebih besar loh… Apalagi kita nggak tahu kalau tadi ada telepon atau SMS masuk, jadi nggak merasa ada kewajiban cek HP juga… Kalaupun sedang diluar, nggak setiap saat kita nggak bisa angkat HP atau dengar bunyi ringtone HP… Selalu ada kemungkinan kita tetap bisa dengar dan cek HP kalau HP tidak di silence biarpun lagi diluar… Kalau cuma getar kadang nggak terasa… Kalau memang sedang nyetir atau di daerah rawan yah itu baru benar-benar pengecualian…

4. Emang kenapa telepon harus segera diangkat sih?

Memang benar tidak semua telepon itu penting, tapi kita nggak akan tahu sebelum kita terima telepon itu… Kalau memang setelah diterima nggak penting, kan bisa bilang kalau kita lagi ngerjain hal-hal lain yg lebih penting… Mungkin juga kita bisa kabarin kapan kita senggang… Terus kalau pas lagi ada emergency dan telepon nggak diangkat-angkat? Salah-salah ada nyawa yang melayang loh…

5. Kayaknya telepon yang penting banget sampe harus segera direspon itu jarang terjadi deh...

90% helm tidak akan menjalankan fungsinya ketika dipake ketika naik motor… Kalau tiba-tiba kecelakaan baru keliatan fungsi helm itu… Tapi apakah berarti kita jadi nggak usah pakai helm sekalian? Telepon itu 90% nggak penting-penting amat sampe harus direspon saat itu juga… Tapi sekalinya ada urusan emergency? Kembali lagi ke argumen di poin sebelumnya… Salah-salah ada nyawa yang melayang yang harusnya tidak terjadi kalau HP tidak di silence sepanjang hari…

6. Kalau penting yah telepon… Jangan SMS…

Pernyataan itu hanya benar buat mereka yang HP nya nggak di silence total… Katakan SMS di silence, tapi telepon masih bunyi… Paling nggak kita harus menyediakan 1 jalur untuk quick-response sih… Jangan jadi manusia yang nggak bisa dihubungi lewat HP sama sekali… Kalau gitu mah, sebaiknya jangan punya HP aja sekalian...

7. Gue kalo kerja nggak bisa diganggu telepon…

Kerja juga nggak sampe 24 jam sih yah… Bukannya ada jam istirahat juga ditengah-tengah? Selama kerja boleh-boleh aja sih silence HP… Itu juga kalo memang lagi sangat-sangat perlu konsentrasi sekali… Tapi kalo 24 jam HP di silence total, kita jadi bertanya-tanya sih, “Loe itu kerja apa sih? Emang bos loe nggak mungkin cariin loe via HP juga yah?” Apalagi kalau orangnya pedagang… Bukannya bisa hilang order yah? Kadang hitungan detik aja orang bisa berubah pikiran… Kalau menganggap remeh 1 pembeli, lama-lama semua order juga dianggap remeh…

Thursday, April 16, 2015

Reflection

Why does sky laugh at me?
Does he just mocked me?

Why does wind smile me?
Does he just pitying me?

Sky and wind,
they neither laugh nor smile.
They just exist,
as minds reflect upon them...

Friday, February 27, 2015

Running

The fire in peoples eyes,
fire of hatred,
fire of greed,
fire of lust.

Clouded by ignorance,
didn't know what the true desire is...

"Once more, once more again!"
I wonder if they ever grow tired?

Overwhelmed by sound of thousand cries,
I drowned myself in countless activity...

Tuesday, January 27, 2015

Tranquility

The gnosis in neither sleep nor awake,
Ah! what a serene and tranquil experience,
Embraced by the sky of consciousness...

Friday, January 9, 2015

Fault

Clear blue sky on the day,
pitch black sky on the night.
The sky itself is neither blue or black.

The fault comes,
when we crave for a blue sky on the night,
when we crave for a black sky on the day.

The fault comes,
when we follow to where blue sky vanish on the night,
when we follow to where black sky vanish on the dawn.

Restlessly running,
never know what peace there may be in stillness.

Sinful thought at moment,
virtuous thought at another.
The mind itself is neither sinful nor virtuous.

The fault comes,
when we crave for virtuous thought when sinful thought arise,
when we crave for sinful thought when virtuous thought arise.

The fault comes,
when we follow to where sinful thought vanish on virtues,
when we follow to where virtuous thought vanish on sins.

Restlessly chasing,
never know what peace there may be in stillness.