Monday, October 20, 2008

Dimana Kita Ada?

Teman-teman semua, kita ini hidup di dalam ruang dan waktu, dimana terdapat 3 masa, yakni masa lalu, masa sekarang , dan masa depan.

Tetapi sesungguhnya, kapan kita dikatakan benar-benar hidup? Apakah kita hidup di masa lalu? Apakah kita hidup di masa depan? Ataukah kita hidup di masa sekarang?

Tentu jawabnya cuma 1, kita cuma bisa hidup di masa sekarang. Masa lalu sudah berlalu, tidak akan pernah kembali dan tidak akan pernah berubah walau hanya 1 detik. Sementara masa depan belum terjadi, dan mungkin saja tidak akan terjadi sesuai kehendak kita.

Banyak orang yang secara jasmani eksis di suatu tempat, tetapi hatinya sudah mengembara entah sampai mana.

Ada yang mengembara ke masa lalu, ada yang mengembara ke masa depan, ada yang mengembara ke suatu tempat.

Kita lupa dimana kita berada, dimana kita hidup. Akhirnya, dengan mengembaranya hati kita, kita kehilangan pandangan akan sesuatu yang berharga yang sebetulnya ada di depan kita. Seseorang yang terlalu jauh melihat ke depan, atau yang terlalu sering menoleh ke belakang, akhirnya lupa akan apa yang ada di hadapannya. Karena itu, sekarang terbukti kebenaran pepatah "dimana hatimu, disitu hartamu".

Yang ingin saya tekankan disini, buat apa kita memikirkan masa lalu, masa depan, dan hal lainnya yang belum pasti?

Masa lalu, dipikirkan bagaimanapun juga tidak akan berubah. Sampai menangis darahpun juga tidak akan berubah. Kalau kita punya prestasi baik di masa lalu, apalah artinya kalau sekarang hidup kita susah? Kalau kita punya masa lalu kelam, apalah artinya kalau sekarang kita sejatera?

Sementara masa depan, sebagus apapun planning kita, apakah semua itu akan terwujud hanya dengan memikirkannya berlarut-larut? Kalau ingin masa depan yang baik, hanya sekaranglah waktunya bagi kita untuk bertindak mewujudkannya, bukan terus mengkhayalkannya.

Ada juga orang yang terus mengkhawatirkan kalau-kalau sesuatu yang bukan-bukan terjadi. Misalnya ketakutan rumahnya bakal dirampok, takut suaminya kecelakaan, dll. Dalam hal ini, kekhawatiran tidak berguna sama sekali. Daripada terus merasa khawatir, lakukan segala yang terbaik yang bisa kita lakukan, lalu serahkan sisanya pada perlindungan yang sudah kita set. Merasa khawatir atau tidak, segala yang harus terjadi pasti terjadi. Tapi paling tidak kita sudah berusaha, dan yakinlah, apapun hasilnya, selalu ada hikmah di baliknya.

Tidak salah sesekali mengenang masa lalu dan mengkhayalkan masa depan, tapi akan menjadi masalah apabila kita sampai terikat olehnya dan melakukannya berlarut-larut hingga lupa diri.

Jadi, keberhasilan hanya dapat diwujudkan pada 1 titik, yaitu masa sekarang. Karena itu, lakukan segala sesuatu dengan kesadaran penuh, dengan sepenuh hatimu, dan jagalah hatimu agar selalu ada di sini, saat ini. Dengan demikian, tidak akan terjadi penyesalan sampai kapanpun.

Wednesday, October 15, 2008

Kamu Seperti...

Suatu ketika, ada 2 orang sahabat yang sedang duduk bersama. Mereka adalah penyair dan rohaniwan.

Si penyair bertanya kepada rohaniwan, "Menurutmu, aku ini seperti apa?"

Rohaniwan menjawab, "Kamu itu seperti orang suci"

Si penyair membalas lagi, "Lalu, tahukah kamu menurutku kamu itu seperti apa? Kamu itu seperti seongok kotoran!"

Sang rohaniwan hanya diam dan tersenyum. Hal ini membuat si penyair bingung. "Mengapa kamu tidak marah dengan kata-kataku?"

Si rohaniwan menjawab, "Orang yang menyadari kesucian dalam dirinya akan mampu juga melihat kesucian dalam diri orang lain, sementara orang yang dipenuhi kotoran, akan melihat orang lain seperti kotoran juga..."

Sunday, October 12, 2008

Pasir di Gurun

Di padang gurun yang panas, terdapat sekelompok orang yang ingin menuju kota. Namun sebelum sampai, persediaan air minum dan makanan sudah habis. Beberapa orang mulai mengeluh kelaparan dan kehausan. Seketika itu juga pemimpin rombongan berkata :

"Kalian semua! Aku masih menyimpan 1 botol air, tapi karena hanya ini yang tersisa, tidak ada seorang pun yang boleh meminumnya sebelum kota terlihat. Kalau tidak percaya, pegang saja botol ini."

Orang-orang dalam rombongan itupun mencoba memegang dan mengocok botol tersebut. Mereka mendapati kalau botol itu cukup berat dan ada sesuatu yang mengalir di dalamnya. Setelah mereka mengembalikan botol itu ke pemimpin rombogan, mereka seolah mendapat semangat baru. Tanpa mengeluh, mereka meneruskan perjalanan dengan semangat.

Ketika kota sudah terlihat, seseorang dalam rombongan menagih janji pemimpin rombongan :

"Sekarang kota sudah terlihat, bolehkah kami minum air itu?"

Tetapi pemimpin rombongan menuangkan isi botol tersebut ke bawah. Semua orang melihat bahwa ternyata botol tersebut berisi pasir.

"Sekarang saatnya minum air yang sebenarnya di kota itu..."

Semua orang terkagum-kagum. Bahkan di padang pasir yang panas, sebotol pasir bisa memberi semangat dan kesejukan seperti air.

Agama

Kita sering ditanya apa agama kita ketika mengisi berbagai formulir, ketika (saya harap jangan ya... ^^) diintrogasi polisi, ketika bertemu teman baru, dll. Tapi sesungguhnya, apakah agama yang kita sandang itu merupakan formalitas atau mengandung sesuatu yang lain?

Dari zaman ke zaman, banyak orang yang berjuang mati-matian demi agama, bahkan rela mati untuk agama. Pertanyaannya, apa itu agama?

Agama, tidak lain merupakan peta petunjuk yang dapat digunakan bagi kita untuk menemukan 'kebenaran sejati' yang telah hilang dari dalam diri manusia. Tidak kurang, tidak lebih.

Bacalah analogi berikut :

Ada seseorang yang memakan coklat batangan, lalu ia pulang ke kampungnya dimana tidak dikenal yang namanya coklat. Ia kemudian berbagi pengalamannya, bagaimana bentuk dan rasa coklat itu. Ia mendeskripsikannya sebagai berikut : berwarna seperti tanah atau batang pohon, rasanya manis, berbentuk padat, lembut.

Kemudian orang-orang mencarinya kemana-mana berdasarkan deskripsi tersebut. Orang-orang ini terbagi dalam beberapa kategori :
  1. Orang yang salah mengira beberapa benda sebagai coklat karena mereka tidak membaca dan memahami deskripsi tersebut secara lengkap. Mereka menganggap gula, kayu manis, bahkan tanah sebagai coklat, dan mereka tidak mau diberitahu tentang kesalahan mereka.
  2. Orang yang sesungguhnya tidak pernah menemukan coklat tersebut, hanya mengkhayalkannya, tapi berani menambahkan dan mengintepretasi ulang petunjuk pertama mengenai coklat. Herannya, banyak orang yang meyakini petunjuk palsu ini.
  3. Orang yang menemukan coklat batangan tersebut, namun membuangnya, karena mereka menganggap coklat yg mereka temukan tersebut memiliki beberapa ketidakcocokan dengan petunjuk yg mereka yakini, misalnya cokat meleleh dalam mulut, bisa dicairkan, dll. Mereka menganggap yg mereka temukan itu bukan coklat.
  4. Orang yang menemukan coklat batangan, mencicipinya, dan mereka menemukan bahwa rasa coklat itu tidak seperti yang mereka bayangkan. Selama ini mereka hanya mengetahui gula sebagai makanan termanis, dan manisnya coklat tidak seperti manisnya gula. Petunjuk pertama tentang coklat itu tidak salah, namun rasa asli coklat melampaui apa yg tertulis pada petunjuk itu.
  5. Orang yang menemukan coklat batangan, mencicipinya, menyadari ada sesuatu yang lain, yang dianggap kurang dalam petunjuk yang ditinggalkan orang pertama. Mereka ingin memperjelas petunjuk tersebut. Beberapa orang percaya pada mereka, tapi banyak yang menganggap mereka gila.
Dalam analogi tersebut, coklat adalah simbol dari 'kebenaran sejati', petunjuk yang ditinggalkan orang yang menemukan coklat pertama kali adalah yang kita kenal sebagai kitab suci, dan para pencari coklat adalah umat yang meyakini agama.

Golongan pertama ibarat orang yang memiliki pengertian yang salah mengenai agama dan tidak mau diberitahu tentang kesalahan mereka. Karena mereka menganggap mereka benar.

Golongan kedua ibarat para pendiri ajaran sesat. Mereka belum memperoleh pengertian yang benar, tapi berani mendirikan sekte-sekte dengan dasar ajaran yang tidak kuat, tetapi memiliki banyak pengikut.

Golongan ketiga ibarat orang yang mendapat karunia dan anugrah khusus untuk 'berjumpa' dengan 'kebenaran sejati', namun karena mereka terlalu fanatik dan memegang kuat petunjuk itu, mereka melewatkan kesempatan berharga ini karena menganggap kebenaran itu tidak seperti yang mereka yakini.

Golongan keempat adalah mereka yang menemukan 'kebenaran sejati', mengenalnya, dan menyimpannya, serta bersaksi bahwa mereka menemukan 'kebenaran sejati' itu karena mengikuti petunjuk pertama.

Golongan kelima ibarat mereka yang menemukan 'kebenaran sejati', dan karena ingin mempermudah orang-orang untuk menemukannya, mereka memberi petunjuk tambahan, tetapi malah dianggap sesat, gila, calon penghuni neraka, dll.

Saya tegaskan sekali lagi, bahwa kitab suci adalah suatu petunjuk. Bila kita sudah menemukan apa yang kita cari, bukankah petunjuk itu tidak berguna lagi? Tetapi orang yang sudah menemukan 'kebenaran sejati' bisa membantu orang-orang yang belum menemukannya, entah berdasarkan petunjuk yang ia ikuti atau petunjuk baru yang ia rancang.

Orang dari golongan ke-5 adalah termasuk para nabi, guru besar, orang suci, yang tersadarkan, dll. Ini juga merupakan penjelasan mengapa dari 1 kebenaran sejati bisa timbul berbagai agama, dengan berbagai perbedaan dalam kitabnya. Tetapi yakinlah, dari seluruh kitab2 itu, semuanya menuju 1 tempat, yakni 'tempat dimana seharusnya kita berada, rumah sejati kita'

Karena itu tidak seharusnya kita saling menjelekkan dan menghina rekan seperjalanan kita, karena sesungguhnya mereka mencari apa yang kita cari juga. Bahkan bukannya tidak mungkin kita bisa mendapat inspirasi dari petunjuk (kitab) mereka.