Monday, February 22, 2010

Hsin Hsin Ming

Tao yang Agung tidaklah sulit (untuk dimengerti),
hanya perlu berhenti mengambil dan memilih.

Jika (persepsi akan) semua hal yang disukai dan dibenci dihancurkan,
segalanya menjadi murni seperti "ruang (kosong)".

Buatlah sedikit perbedaan (dalam persepsi),
maka langit dan bumi terpisah.

Jika kamu ingin mengetahui "kebenaran",
jangan berpikir untuk menerima atau menolak.

Suka dan tidak suka,
adalah penyakit pikiran.

Tanpa mengetahui makna terdalam,
kamu tidak dapat menenangkan pikiran.

Tao itu murni bagaikan ruang,
tidak lenyap, tidak bertambah.

Jika kamu melekat pada sesuatu,
kamu tidak dapat melihat mereka secara apa adanya.

Diluar, jangan menjadi terikat dengan benda duniawi,
Di dalam, jangan tersesat di dalam kekosongan.

Masuklah dalam hening dan jadilah "Satu",
dan semua dualitas lenyap.

Jika kamu menghentikan semua aktifitas dan menjadi hening,
usaha (untuk menghentikan semua aktifitas itu) juga merupakan aktifitas.

Jika kamu berpegang pada dualitas,
bagaimana kamu dapat mengetahui "Yang Satu"?

Jika kamu tidak mengerti "Yang Satu",
Ini dan itu (segala sesuatu) tidak akan bekerja.

Tolaklah, maka dunia akan menyatakan dirinya.
Kejarlah, maka kekosongan semakin menjauh.

Semakin kamu berpikir dan bicara,
semakin jauh kamu dari Tao.

Hancurkan semua pikiran,
dan pergilah dengan leluasa kemanapun.

Kembalilah ke "dasar" dan mengertilah.
Kejarlah "rupa" dan hilangkan sumbernya.

Sesaat saja tercerahkan,
kekosongan dihadapan akan diterangi.

Kekosongan yang berubah menjadi "sesuatu",
hanyalah delusi kita semata.

Jangan keluar untuk mencari kebenaran,
tapi singkirkan semua opini kita.

Jangan hidup di dalam dualitas.
Berhati-hatilah! Jangan menuju jalan itu.

Jika kamu berpikir "ini baik" dan "ini tidak",
pikiranmu akan tersesat ke dalam kebingungan.

"Yang dua" datang dari "Yang Satu",
tapi jangan sampai kita juga melekat pada "Yang Satu".

Saat pikiran kita tidak terganggu (terpecah),
ke-10.000 benda* jadi tidak bernoda.

Tidak ada kesalahan, tidak ada 10.000 benda.
Tidak ada gangguan, tidak ada pikiran.

Tidak ada dunia, tidak ada yang melihat dunia.
Tidak ada yang melihat dunia, tidak ada dunia.

Ini menjadi itu karena sesuatu yang lain.
Seusatu itu juga jadi ini-itu karena "ini" yang lain.

Jika kamu ingin memahami keduanya,
lihatlah keduanya sebagai satu kekosongan.

Dalam kekosongan keduanya adalah sama,
dan masing2 memegang 10.000 benda.

Jika kamu tidak melihat mereka sebagai dua hal yang berbeda lagi,
bagaimana kamu bisa lebih menyukai yang satu dibanding yang lain?

Tao itu tenang dan luas,
Tidak mudah, tidak sulit.

Tapi pikiran2 kecil mudah tersesat.
Terburu-buru dan terjatuh di belakang.

Melekat dan mereka pergi terlalu jauh,
dan sudah pasti akan mengambil jalan yang salah.

Biarkan segala sesuatu! Pada akhirnya,
tidak ada yang pergi, tidak ada yang menetap.

Ikutilah alam dan menyatulah dengan Tao,
Jadilah bebas, easy-going, dan tidak mudah terusik.

Terikat oleh pikiran, kebenaran menghilang,
Menjadi berat, tumpul (bodoh), dan tidak sehat.

Tidak sehat, pikiran terbebani.
Jadi mengapa menerima atau menolak sesuatu?

Jika kamu ingin menyatu dengan Tao
jangan memandang hina indra2 kita.

Ketika kita tidak memandang hina ke-6 indra,
itu sudah merupakan pencerahan.

Sang Bijak tidak bertindak,
Si bodoh mengikat dirinya sendiri.

Dalam Dharma sejati tidak ada "ini" atau "itu",
jadi mengapa mengejar keinginan secara membuta?

Gunakan pikiran untuk mengacaukan pikiran,
adalah merupakan kesalahan dasar.

Damai atau tidak merupakan manifestasi pikiran,
Pencerahan tidak mengenal "suka" atau "tidak suka"

Semua dualitas muncul,
dari pandangan salah.

Ilusi, bunga di udara--
Mengapa mencoba menangkapnya?

Menang, kalah, benar, salah--
Singkirkan semuanya!

Jika kita tidak pernah tidur,
mimpi2 lenyap dengan sendirinya.

Jika pikiran tidak pernah membuat perbedaan,
10.000 benda pada hakikatnya adalah satu.

Pahami esensi kegelapan ini,
dan bebaslah dari kekacauan.

Lihatlah 10.000 benda sebagai satu,
dan kembalilah ke dalam hakikat sejatimu.

Semua makhluk tercerahkan dimanapun,
semuanya memasuki "sumber" ini.

"Sumber" ini melampaui ruang dan waktu.
Sesaat saja bagaikan 10.000 tahun.

Bahkan jika kamu tidak dapat memandangnya,
sluruh alam semesta berada di depan matamu.

Mikrokosmos adalah makrokosmos:
tidak terbatas, tidak berbeda.

Mikrokosmos adalah makrokosmos:
pengukuran tidak berlaku disini.

"Yang demikian" adalah sama dengan "yang tidak demikian".
"Yang tidak demikian" adalah sama dengan "yang demikian".

Jika tidak seperti ini,
jangan repot2 ingin tinggal.

Satu adalah semua,
semua adalah satu.

Ketika kamu melihat segalanya seperti ini,
kamu jadi tidak khawatir akan ketidaksempurnaanmu.

Kepercayaan dan pikiran bukanlah "dua",
Bukan dua adalah percaya pada pikiran.

Tao melampaui kata2 dan pembicaraan,
ia tidak memiliki masa lalu maupun masa depan.

Apakah sajak ini mengagumkan??
10.000 Dharma kembali ke satu.
Kemanakah yang "Satu" kembali?
Apakah kamu memikirkan jawabannya???
Semakin kamu berpikir,
semakin jauh kamu dari jawabannya.

Saturday, February 6, 2010

Kotak dan Kemoceng

Sepasang suami istri merasa keberatan untuk mengasuh ayah si suami yang sudah kakek-kakek. Mereka memutuskan untuk membuang si kakek itu ke sungai. Mereka menyuruh si kakek untuk masuk ke dalam kotak kayu dengan alasan ingin mengajak kakek ke suatu tempat. Karena si kakek juga sulit berjalan, maka ia masuk saja tanpa menaruh curiga. Sesampainya pasangan muda itu ke pinggir sungai, mereka bermaksud segera membuang si kakek ke sungai, namun tiba2 si kakek berkata, "Hei, nanti kotak ini disimpan baik2 yah... Siapa tahu anak kalian juga ingin menggunakan kotak ini untuk membawa kalian jalan2 seperti aku sekarang..." Pasangan itu langsung tertegun. Mereka segera membawa si kakek pulang dan sejak itu mereka memperlakukan si kakek lebih baik.

Beberapa tahun kemudian, pasangan itu telah memiliki seorang anak, dan si kakek juga masih hidup. Namun pasangan ini tidak memperlakukan anak mereka dengan baik. Menurut pasangan ini anak itu tidak ada gunanya, bisanya cuma merengek, dan prestasinya pun biasa2 saja. Bahkan meerka menganggap kalau mereka sering bertengkar gara2 anak ini. Setiap hari anak ini dipukul dan dimaki-maki. Tidak pernah marah2 absen satu haripun. Si kakek yang prihatin melihat nasib cucunya berusaha menasihati pasangan ini,

"Anak ini sering merengek minta perhatian. Jangan malah dimarahi..."
"Perhatian apa lagi yang dia minta? Uang, mainan, dan makanan terbaik sudah kami sediakan"
"Ketika ia sakit, ia minta ditemani, bukannya diledek 'penyakitan'. Ketika kalian bertengkar, ia ingin mendamaikan, bukannya merusak suasana. Ketika ia punya masalah, ia ingin tempat cerita, bukannya orang yang mencari-cari kesalahannya. Ketika ia berprestasi sekecil apapun, ia ingin dipuji, bukannya mendengar 'begitu saja sudah bangga'..."
"..............."
"Lebih baik kalian simpan kemoceng yang kalian pakai untuk menggebukinya, dan catatlah setiap kata makian kalian..."
"Untuk apa?"
"Kelak nanti kalian sudah tua, penyakitan, tidak bisa apa2 lagi, dan hanya menyebabkan anak kalian bertengkar dengan pasangannya, anak kalian bisa menggunakan kemoceng ini, dan kalau ia lupa terhadap kata2 makian, ia bisa membuka catatan kalian..."

Wednesday, February 3, 2010

Orang Waras di Tengah Orang Gila

Seorang pertapa mendapat wahyu bahwa seluruh air akan dicemari wabah yang membuat orang yang meminumnya jadi gila. Ketika ia memberitahu semua orang perihal hal ini, tidak ada yang mau percaya. Karena pertapa ini masih ingin melanjutkan pertapaannya dan mencari jati diri, maka ia mengumpulkan air bersih sebanyak-banyaknya sebelum semua air itu tercemar. Ia mengumpulkan cukup banyak air untuk sepanjang hidupnya.

Ketika air diluar sana benar2 tercemar, seluruh orang di dunia jadi benar2 gila, dan masing2 menganggap dirinya yang paling benar. Satu2nya orang yang waras hanyalah pertapa ini. Tidak ada yang mau mendengarkannya bicara, tidak ada yang mau menemaninya, dan bahkan ia dianggap gila oleh orang2 yang benar2 gila itu. Awalnya ia tidak mau peduli dan terus melanjutkan pertapaannya yang sunyi, tapi lama2 ia jadi kesepian, sementara orang2 gila diluar sana menyanyi, menari, dan tertawa-tawa.

Lama2 dia jadi berpikir, "Buat apa aku tetap waras namun kesepian disini? Lebih baik aku bergabung dengan mereka saja..." Dan... ia meminum air tercemar itu, menjadi gila, dan bergabung dengan mereka semua...

Bagaimana dengan kita? Sanggupkan kita menjadi orang waras di tengah kegilaan ini?