Saturday, September 27, 2025

Kupu-Kupu Cacat

Aku masih ingat hari ketika rambut kita jatuh bersamaan di lantai salon kecil dekat sekolah. Kamu tertawa waktu aku bilang bentuk poniku jadi kayak cermin yang retak. Entah kenapa, momen itu menempel di kepalaku seperti aroma hujan yang susah hilang.


Sejak hari itu, hujan seperti tidak pernah berhenti mengikutiku. Di lorong sekolah, suara sepatu bergaung—kadang milikku, kadang milikmu. Kadang aku pikir itu gema dari sesuatu yang sudah lewat, tapi semakin aku berjalan, semakin jelas: ada bayangan kita berdua, terus menempel di belakang.


Aku tidak pernah tahu kenapa kupu-kupu yang terbang terbalik itu terus datang dalam mimpiku. Sayapnya berkilau, tapi arahnya aneh, selalu menantang cahaya dari sisi lain. Mungkin itu aku. Mungkin itu kamu. Atau mungkin kita berdua yang tidak pernah belajar terbang lurus, hanya tahu melawan arah angin.

Pesan singkat kita waktu itu sederhana. “Udah makan?” “Jangan lupa bawa payung.” Tidak ada yang puitis, tidak ada yang besar. Tapi entah kenapa, di antara kalimat-kalimat tanpa makna itu, aku menemukan sesuatu yang mengikat. Seperti melodi tanpa lirik yang tiba-tiba membuatku menangis tanpa alasan jelas.


Hari ini hujan lagi. Sama seperti hari itu, sama seperti ratusan hari setelahnya. Aku berdiri di balik jendela, menatap langit kelabu, sambil berharap bisa menyambungkan sesuatu—antara dulu dan sekarang, antara aku dan kamu.


Kamu yang memberi hidup pada serpihan diriku yang hampir hilang di tengah kegilaan ini. Kamu yang membuatku percaya kalau tiap orang membawa bentuknya sendiri-sendiri: cahaya, suara, luka, dan janji.

Aku sering bertanya-tanya, bisakah kenangan kita bertahan? Bisakah satu perasaan sederhana, yang pernah menyelamatkan kita di lorong sekolah basah itu, tetap utuh meski waktu menelannya perlahan?

Ada hal-hal yang tidak bisa dijangkau tangan manusia, tempat-tempat di dalam hati yang bahkan kata-kata pun takut mendekat. Aku tahu itu. Tapi aku juga tahu—aku menyukai bagian-bagian bisu itu, karena justru di sana kita paling jujur.


Kupu-kupu dengan sayap cacat berputar di langit abu-abu. Aku tidak tahu apakah dia akhirnya akan menemukan cahaya, atau hancur di tengah badai. Tapi setiap kali aku melihatnya, aku teringat: pernah ada seseorang yang membuatku percaya bahwa dalam segala kegilaan ini, ada bentuk kecil yang pantas dijaga.

Kamu.

Dan mungkin itu cukup.


No comments: