Aku pernah kehilangan.
Kadang datangnya seperti badai—tiba-tiba, menghantam tanpa aba-aba. Kadang perlahan, seperti pasir yang hilang dari sela-sela jemari, sampai akhirnya aku hanya sadar bahwa yang dulu ada, kini tak lagi bisa kugenggam.
Cerita ini lahir dari situ.
Bukan sekadar kumpulan cerita fiksi, tapi potongan refleksi. Masing-masing kisah adalah bayangan dari apa yang pernah aku rasakan, atau yang ingin aku mengerti. Beberapa adalah penggalan kenyataan yang kubungkus dengan imajinasi, yang lain mungkin sepenuhnya fiktif tapi tetap terinspirasi oleh sesuatu yang nyata—kehilangan, kerinduan, atau momen yang tak bisa kembali.
Aku tidak menulis karena aku tahu semuanya. Aku menulis karena aku ingin mengerti.
Kenapa beberapa orang pergi tanpa pamit? Kenapa ada yang masih tinggal meski tak lagi benar-benar ada? Dan kenapa, bahkan setelah waktu bergulir, kita masih memeluk rindu seperti teman lama yang tak pernah benar-benar pergi?
Setiap cerita di sini adalah cara aku berdamai.
Dengan masa lalu. Dengan diri sendiri. Dengan kehilangan yang mengajarkanku lebih banyak tentang arti mencintai daripada cinta itu sendiri.
Jadi, kalau kamu sedang membaca ini, mungkin kamu juga pernah merasa kehilangan.
Dan kalau iya, semoga kamu menemukan sesuatu di halaman-halaman selanjutnya—entah itu jawaban, atau setidaknya, rasa bahwa kamu tidak sendiri.
***
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/the-boy-who-grew-up-too-fast.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/the-boy-who-stayed-boy.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/through-salazars-eyes-raise-of-serpent.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/aku-masih-rindu.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/the-origin-of-cruciatus-curse.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/legacy.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/kursi-kosong-di-pojok-kelas.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/kisah-kita-berempat.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/kisah-kita-berempat-8-tahun-kemudian.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/nggak-selalu-kandang-macan.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/asing-di-tengah-rumah-sendiri.html
- https://magister9.blogspot.com/2025/05/rumah-tanpa-nama.html
***
Setelah semua cerita ini kutulis, aku berharap ada semacam kelegaan.
Bahwa dengan merangkai kata, aku bisa membungkus luka. Menaruhnya di rak kenangan, lalu berjalan pergi tanpa menoleh lagi. Tapi ternyata tidak.
Tidak semua sakit sembuh hanya karena diceritakan.
Beberapa tetap tinggal. Mengendap di sudut hati, muncul sewaktu-waktu—di malam sepi, di lagu yang familiar, di tawa yang mengingatkan pada seseorang yang pernah ada. Tapi menulis membantuku berdamai. Bukan untuk melupakan, tapi untuk mengerti.
Aku tidak bisa menjanjikan akhir yang bahagia. Aku bahkan tidak tahu apa arti “bahagia” itu sekarang. Tapi yang kupelajari adalah: melanjutkan hidup bukan berarti kita mengkhianati kenangan.
Kita hanya belajar menaruhnya di tempat yang lebih damai—dalam tulisan, dalam doa, dalam jeda yang hening tapi hangat.
Setiap cerita di buku ini adalah pijakan kecil.
Kadang goyah, kadang mantap. Tapi tetap membawaku maju. Dan mungkin itu cukup.
Jadi kalau kamu sampai di bagian ini, terima kasih.
Bukan karena kamu mengerti rasa sakitku, tapi karena kamu bersedia berjalan bersamaku—meski hanya lewat cerita.
Dan kalau kamu juga masih terluka, semoga kamu tahu: nggak apa-apa belum sembuh.
Yang penting, masih mau melangkah.
No comments:
Post a Comment