Saturday, May 17, 2025

The Origin of Cruciatus Curse

* Sebuah fanfic dari Harry Potter Universe
* Info tentang Cadmus Peverell : https://harrypotter.fandom.com/wiki/Cadmus_Peverell

Tak ada yang bisa mempersiapkan Cadmus Peverell untuk kematian istrinya.

Ia bisa melawan kematian dengan teori. Ia bisa mengutuk, menyihir, bahkan membengkokkan waktu kalau mau. Tapi kematian—ah, kematian—ia datang dengan tenang dan meninggalkan kehampaan yang tak terisi oleh apapun.

Aurelia—nama perempuan itu—adalah dunianya. Ketika dia pergi karena wabah yang tak bisa diatasi bahkan oleh sihir, Cadmus tidak berteriak. Dia tidak menangis. Dia hanya... diam.

Dan dunia mulai membusuk.

Hari-hari setelah pemakaman menjadi kabur. Ia duduk di kursinya selama berjam-jam, berhari-hari. Tidak makan, tidak tidur. Tidak bicara.

Bayangan yang diciptakan dari batu kebangkitan itu tidak memberinya kepuasan sedikitpun. Untuk apa? Sosok yang tidak bisa dipeluk, dan hanya bisa menangisi Cadmus dari "kejauhan" karena mereka pada dasarnya sudah berbeda dunia.

Di dalam dada Cadmus, ada sesuatu yang mendidih. Bukan sekadar kesedihan. Ini derita yang hidup, seperti cacing-cacing api yang menggigiti jiwanya dari dalam.

Satu malam, saat dia akhirnya terhuyung ke luar rumah karena ingin "merasakan udara," seorang tetangga menghampirinya. Tertawa kecil. "Kau masih belum bisa melupakan dia, Cadmus?"

Dia menoleh. Matanya kosong. Tangannya tidak mengangkat tongkat.

Dan sihirnya... bergerak sendiri - nonverbal spell.

"AAAAARRRRRGH!!!"

Jeritan pria itu terdengar sampai tiga desa. Ia jatuh ke tanah, menggeliat. Matanya membelalak, mulutnya berbusa, dan tubuhnya kejang-kejang seperti dicekik rasa sakit yang tak kasatmata.

Dia tidak berdarah. Tidak memar. Tapi dia menjerit seperti dikuliti hidup-hidup.

Dan dia tidak berhenti.

Besoknya, korban bertambah empat orang. Mereka adalah teman-teman dekat Cadmus, yang dulu menganggap kesedihannya berlebihan. Tapi mereka sempat datang ke rumahnya, dan saat mereka berada cukup dekat... kutukan itu meluap keluar dari Cadmus, tanpa dia sadari.

Satu menabrakkan diri ke tiang sihir. Satu membenturkan kepala ke dinding sampai otaknya remuk. Satu lagi mencoba menyayat lidahnya sendiri karena "suara rasa sakit Cadmus terlalu keras di dalam kepala."

Orang-orang mulai takut. Tapi lebih banyak yang penasaran.

Dan ketika para penyihir dari dewan sihir mencoba mengintervensi, mereka datang dengan kutukan pengunci dan jampi-jampi penjinak.

Cadmus berdiri di tengah ruang utama rumahnya. Tidak ada tongkat. Hanya mata kosong dan tubuh yang sudah lama tidak disentuh tidur.

Satu penyihir melangkah mendekat. "Kau harus menyerah, Peverell. Kau adalah ancaman bagi masyarakat sihir."

Cadmus menatapnya. Pelan. Tidak ada senyum. Hanya satu kalimat yang terdengar untuk pertama kalinya sejak kematian Aurelia:

"Apa yang kalian tahu tentang kesedihanku?"

Dan kutukan itu—meledak sekali lagi dari tubuhnya.

Mereka semua jatuh. Menjerit. Menggeliat. Beberapa membenturkan kepala sendiri ke lantai, berharap pingsan. Satu bahkan mencakar wajahnya sampai kulitnya tercabik, mencoba "menggaruk rasa sakit" yang tak pernah bisa disentuh tangan.

Darah tercecer.

Jeritan tak berkesudahan.

Cadmus mulai mengerti dan membakukan kutukan Crucio. Bagaimana kutukan itu bisa dirapal, dan direplikasi oleh generasi berikutnya.

Seminggu setelah kejadian itu, Cadmus menulis satu kalimat di dinding rumahnya, dengan darah:

"Kutukan ini bukan untuk membunuh. Kutukan ini adalah agar orang bisa mengerti kepahitan yang tidak terlihat, yang bersemayam di dalam hati seseorang, dengan menerjemahkannya menjadi siksaan fisik yang tidak terkira..."

Ia kemudian menghilang.

Beberapa bilang dia mengunci dirinya di makam Aurelia dan membiarkan dirinya mati kelaparan. Beberapa bersumpah melihatnya terakhir kali di pegunungan Albania, berbicara pada bayangan.

No comments: