Menurut kamu, gimana orang yg ketika di kritik, lantas menjawab / membalas : "Coba saja jadi XXXXX dulu!"
Misalnya :
- Coba saja jadi chef dulu!
- Coba saja kamu jadi manager dulu!
- Coba saja kamu jadi pengusaha dulu!
- Coba saja kamu jadi pastor dulu!
***
Respon seperti "Coba saja jadi [profesi/posisi] dulu!" biasanya muncul sebagai bentuk defensif atau penolakan terhadap kritik. Ini bisa mencerminkan beberapa hal:
1. Reaksi Emosional (Defensif)
Orang yang berkata demikian mungkin merasa tersudut atau tidak nyaman dengan kritik yang diterima. Dengan berkata begitu, dia mencoba "mengamankan" dirinya dengan menunjukkan bahwa kamu tidak berada di posisi yang sama, sehingga dianggap tidak punya hak atau kapasitas untuk mengkritik.
2. Menutup Diri dari Evaluasi
Alih-alih membuka diri terhadap masukan, orang ini cenderung menutup kemungkinan adanya pandangan dari luar. Ini bisa menjadi penghalang besar untuk pertumbuhan pribadi atau profesional.
3. Argumen Otoritas yang Keliru (Logical Fallacy)
Ini termasuk logical fallacy yang dikenal sebagai appeal to authority atau appeal to experience. Maksudnya, seseorang menganggap bahwa hanya yang pernah berada di posisi tertentu yang boleh memberi kritik. Padahal, seringkali kritik valid bisa datang dari luar, bahkan dari orang yang tidak berpengalaman langsung tapi punya perspektif objektif.
Contoh Balasan Bijak terhadap Respon Seperti Itu
Kalau kamu menghadapi orang seperti itu, kamu bisa menjawab dengan tenang seperti:
"Saya memang belum pernah jadi [profesi itu], tapi saya sedang memberi masukan dari sudut pandang orang luar yang mungkin bisa membantu kamu melihat hal yang mungkin terlewat."
Atau:
"Niat saya bukan untuk menggurui, tapi memberikan sudut pandang yang mungkin berguna. Kalau kamu merasa tidak setuju, kita bisa bahas lebih lanjut."
***
Bagaimana jika ada seseorang yg mengkritik posisi / group tertentu tanpa memberikan feedback yg konstruktif, tidak mau tahu struggle dari pihak yg di kritik nya, dan seakan mereka sebenarnya bisa membalikkan keadaan, tetapi tidak mau?
Contoh : Karyawan yg minta naik gaji karena mengaggap perusahaan nya untung besar. Padahal perusahaan tersebut sebenarnya punya kewajiban lain. Di mata karyawan, dianggap nya perusahaan mampu, tetapi tidak mau. Ketika dihadapkan fatka tentang kewajiban lain perusahaan tersebut , mereka tidak mau tahu.
***
Ini situasi yang cukup kompleks tapi juga sangat umum, terutama dalam hubungan antara dua pihak yang memiliki posisi dan kepentingan berbeda—seperti karyawan vs manajemen. Sikap seperti itu biasanya menunjukkan kurangnya empati struktural, keterbatasan perspektif, dan kadang ketidakpercayaan yang sudah tertanam lebih dalam.
Berikut analisisnya:
1. Kritik Tanpa Empati atau Perspektif Lengkap
Ketika seseorang mengkritik tanpa peduli pada konteks atau kesulitan pihak lain, itu menandakan:
- Mereka mungkin merasa dirugikan atau tidak diberi ruang suara, jadi mereka melampiaskan frustrasi lewat kritik.
- Mereka melihat dari kacamata sempit (misalnya hanya melihat "perusahaan untung" tanpa tahu bahwa keuntungan itu mungkin sudah dialokasikan untuk utang, reinvestasi, atau darurat).
- Ada gap informasi atau komunikasi dari manajemen ke karyawan yang menyebabkan spekulasi liar.
2. Tidak Mau Tahu Fakta: Bentuk Ketidakpercayaan
Ketika mereka "tidak mau tahu" meskipun sudah diberi fakta, biasanya karena:
- Mereka tidak percaya pada sumber informasi, misalnya merasa laporan keuangan perusahaan tidak transparan.
- Mereka punya prasangka bahwa perusahaan pelit atau manipulatif—dan ini bisa terbentuk dari pengalaman pribadi atau pengaruh lingkungan kerja.
- Mereka merasa terluka atau dikecewakan sebelumnya, jadi apapun penjelasannya dianggap alasan belaka.
3. Tidak Memberi Solusi = Kritik Kosong
- Kritik yang tidak disertai alternatif atau saran konstruktif cenderung tidak produktif. Tapi di sisi lain, tidak semua orang punya kapasitas, informasi, atau keberanian untuk mengusulkan solusi—kadang mereka hanya ingin didengar dulu.
Cara Sehat Menyikapi Hal Ini (Untuk Pihak yang Dikritik)
- Validasi emosi, bukan logikanya. Misalnya: "Kami paham bahwa kamu merasa gajinya belum cukup."
- Buka transparansi secara bertahap. Kadang perlu edukasi internal tentang bagaimana keuangan atau struktur perusahaan bekerja.
- Libatkan dalam diskusi terbuka. Misalnya forum atau town hall, bukan sekadar surat edaran dari atas.
- Tanya balik dengan hormat tapi tegas: "Kalau menurutmu, solusi seperti apa yang ideal dan realistis menurutmu?"
Kesimpulan
- Kritik yang tanpa empati dan tidak mau melihat sisi lain biasanya muncul dari rasa frustasi, ketidakpercayaan, atau keterbatasan informasi. Tugas pihak yang dikritik adalah menyikapi dengan kepala dingin—bukan dengan defensif, tapi dengan pendekatan komunikatif dan edukatif.
***
Final comment : “Bringing down authority” itu tidak bisa dilupakan sebagai salah 1 alternatif penyelesaian. Tetapi tidak sebaiknya di normalisasi.
No comments:
Post a Comment